DUKA PUTRI NIAS
(Untuk Dewira Zebua)
Nias, pulau
nan jauh di sana yang tak pernah terbayang kalau disana kaki ini akan berpijak.
Tepatnya tahun 2016, jelajah kaki harus berganti tanah, adat dan juga bekal
tugas yang harus diselesaikan. Banyak cerita dan peristiwa yang bertolak
belakang dengan apa yang pernah dialami di tanah jawa. Namun, dari sekian peristiwa
itu dukalah yang menjadi peristiwa terhebat yang sampai sekarang masih nyata di
ingatan.
Dewira, Februari 2017 |
Malam itu,
ada kabar siswi disekolah tempat tugas Dewira
Zebua, siswi kelas 7 kabarnya meninggal
dunia. Iya, dari berbagai faktor tidak ada yang menjelaskan ikatan diri yang
mengharuskan untuk bersedih selain ikatan dari seorang guru dan murid. Sedih iyaa,
marah iyaaaa dan menyesal juga iyaaaa....
Esoknya perjalanan
dimulai, dari rumah ke sekolah jarak tempuh dengan jalan kaki adalah satu jam. Dan
kabarnya jarak tempuh ke rumah almarhumah adalah lebih dari dua jam. Cukuplah tekad
untuk bersama siswa-siswi dan guru-guru untuk memberikan penghormatan terakhir.
Jalan yang dilalui masih teringat betul, rumput liar dan semak-semak yang
rimbun. Lewat sungai yang katanya kalau hujan susah untuk dilewati dan jalan
penuh lumpur cukuplah untuk membuat sesorang melambaikan tangan. Tapi terbayang
bagaimana anak sekecil itu mengejar “mentari” tiap pagi melewati jalan seperti
ini.
Perjalanan Melayat, Maret 2017 |
Cuaca lumayan
terik, anak-anak juga sudah mulai kelelahan tapi baru setengah jalan. Masih ada
medan yang lebih parah lagi. Jangan tanya bagaimana jalan disini, melewati
jalan yang sangat jarang rumah serta penduduknya. Desa tujuan kami kalau tidak
salah adalah desa Sindrolo Kecamatan Ulu Idanotae, Nias Selatan, yang pernah
dengar adalah desa yang lumayan rawan karena letaknya yang sangat jauh. Perjalanan
berlanjut, dan benar jalan semakin ekstrim menurun dan berlumpur. Sempat bertanya
ke warga sekitar katanya rumahnya tak jauh lagi. Namun, itu untuk ukuran warga
di sana, bagi saya itu masih lumayan jauh.
Perjalanan Melayat, Maret 2017 |
Sampailah di
rumah yang nampak sederhana, seperti rumah-rumah disekitar sana. Nuansa duka
mulai terasa, terbaring jenazah yang dulu ceria, penurut dan tidak banyak ulah
kalau di minta mengerjakan tugas. Dikelilingi keluarga termasuk sang kakak.
Masih ingat
juga ketika dulu di kelas, sekitar bulan februari 2017 ada tugas untuk menuliskan
cita-cita di selembar kertas. Engkau lebih memilih menulis untuk menjadi
seorang polwan, yang entah apa sudah pernah lihat langsung atau belum. Namun satu
bulan setelah itu engkau harus merelakan cita-citamu tak tercapai di dunia.
Cita-citamu
untuk menjadi Polisi Wanita memang tak tercapai, tapi semangatmu telah berhasil
menahlukkan kehidupan yang keras padamu. Iya, Tuhan punya rencana lain, mungkin
di sana engkau akan meraih cita-citamu lebih mudah dan tidak harus menghadapi
beratnya kehidupan.
“Semoga disana engkau bisa tersenyum dan melupakan bagaimana sedihnya perjalananmu meraih pendidikan di dunia”
0 komentar:
Post a Comment